Kasus Raskin Jayawijaya, Bukti Penegakan Hukum Tebang Pilih

Share Story

Kasus Raskin Jayawijaya, Bukti Penegakan Hukum Tebang Pilih
 Aksi FPPMJ terkait korupsi raskin Jayawijaya 2013 – Foto: Dok Jubi.
Oleh Soleman Itlay
Wamena — Papua itu kaya akan masalah. Tra susah juga kalo tong mo bikin masalah seperti penyalahgunaan uang negara. Korupsi triliunan pun jadi. Rumusnya ada tiga macam.
Pertama, kuasai lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Trus yang kedua, cukup kita pu “eka” ato uang banyak. Ketiga, jadilah bagian dari merah putih.
Kalo tong su kuasai itu, trada yang berani korek kitong. Itu sudah. Anggap saja tong bikin pagar untuk lindungi diri dari ancaman hukum seumur hidup.
Tidak usah takut deng jerat hukuman berat. Tidak ada masalah apa-apa. Penjara sekalipun tra mungkin menggiring kita kedalamnya. Tra tipu, kawan. Slama  55 tahun ini, sejak Papua dipaksakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, trada hukum murni yang menangkap pejabat Papua.
Kalopun ada, tong kembali tanya pada rumus ampuh koruptor di atas. Apakah tersangka itu su kuasai lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif,  serta punya uang ka trada? Kemungkinan berikut kita pertanyakan otak dari tersangka itu. Apakah dia, tersangka itu, otak Papua Merdeka ka ato Indonesia harga mati
Ya, kalo tra kuasai tiga lembaga tertinggi di atas ato tra punya uang ditambah dengan otaknya Papua merdeka berarti selamat sudah, ko mati dalam penjara.
Bicara begini bukan memutarbalikkan kebenaran. Begitu sudah realitas sistem pemerintahan dan penegakan hukum di Papua. Banyak tong pu pejabat ne dong ambil uang Otonomi Khusus (Otsus), APBN, APBD, Respek dari raskin (beras miskin), dsb.
Tapi apa yang terjadi? Trada sanksi atopun hukuman berat yang dijatuhkan kepada tong pu orang-orang ini. Tong bisa pake uang itu, tapi yang penting kita bilang sama polisi, jaksa dan KPK tu, tong ni NKRI harga mati. Kalo bicara begitu pihak kepolisian, kejaksaan agung dan KPK sekalipun tra berani tangkap dan proses hukum. 
Tong pu kaka-kaka pejabat yang tersangkut korupsi ini, dong paling pintar sudah mo. Dong tu pintar skali ketimbang kekuasaan dan kekuatan hukum di Papua. Pintarnya apa?
Dong tu suka manfaatkan istilah Papua Merdeka dan NKRI harga mati. Kalo dong bicara Papua Merdeka, penegak hukum dong mati langkah. Aparat penegak hukum paling takut kalo kaka-kaka dong ancam mobilisasi
massa dan pimpin demo Papua Merdeka. Itu yang pertama selain tutup
mulut dan kerja sama dengan cara licik di luar hukum. Pejabat yang tra bicara ato dukung Papua merdeka pun sering menggunakan istilah ini untuk menjaga diri dari ancaman hukum.
Sering juga ada yang otaknya Papua Merdeka, tapi kalo ada ancaman hukum dong bicara lain-lain. Sampai pake alasan, sa ni cinta NKRI harga mati.
Itu penegak hukum dong pu mau-mau. Terduga tak lagi ditangkap. Malah memberikan dana yang tidak sedikit. Bahkan sampe bisa kaya hingga detik itu juga.
Kesemua ini kenyataan yang terjadi di Papua. Maka pantas kalo korupsi merajalela, tong pu rakyat kecil mengemis di jalanan, depan mall, berjualan di trotoar, dll.
Tidak hanya itu tong pu uang negara yang bisa gunakan untuk kepentingan pembangunan pun hilang tanpa jejak.
Kapan sandiwara ini hilang dari kolong langit Papua ini ka? Sial skali.
Jujur e, sa bicara ini karena beberapa kasus
korupsi yang didorong oleh teman-teman tak ditangani serius oleh penegak
hukum. Sebut saja kasus raskin di Jayawijaya, dugaan ijazah palsu dan
pembelian pesawat boeing oleh Bupati Jayawijaya, John Wempi Wetipo
(JWW).
Kalo mo dibilang, kasus raskin itu sudah ditangani mantan
Kapolres Jayawijaya, Jhon Edison Isir. Bahkan sempat didorong untuk
ditindaklanjuti ke kejaksaan. Namun lagi-lagi, kedua lembaga penegak
hukum ini tidak serius.
Masih hangat dalam ingatan, tahun 2013, sejumlah elemen masyarakat
Jayawijaya mendorong kasus ini. Tapi ditelan waktu akibat pergantian
pejabat baru di jajaran Polres Jayawijaya.
Memang semenjak dipimpin oleh mantan Kapolres Jayawijaya, Adolof
Beay, sempat dorong kasus ini sampai di Polda Papua. Ketika itu beliau
mengatakan akan kembangkan terus, sebab masih dalam tahap penyelidikan.
“Sampai saat ini raskin kita tetapkan satu tersangka. Itu pun dalam
tahap penyelidikan. Jadi, masih dikembangkan terus. Ini kita sudah gelar
di Polda. Raskin itu ada dua, satu di Jayawijaya sendiri, satu lagi di
distrik Yalengga. Jadi, dua ini masih dalam tahapan penyelidikan,” kata
AKBP Adolof Beay (Jubi, 15 Januari 2014).
Kala itu teman-teman Forum Masyarakat Jayawijaya se-Pegunungan Tengah
Papua (FMJPTP) menduga beberapa kasus dugaan korupsi sudah ditetapkan
tersangkanya, tapi pelakunya belum diproses hukum.
Koordinator FMJPTP, Mully Wetipo mengatakan, dua tersangka ditetapkan
di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Jayawijaya terkait
penyalahgunaan subsidi bagi masyarakat. Mully juga mempertanyakan
kelanjutan proses hukum kasus ini di Polres Jayawijaya (Jubi, Senin,
14/3/2016).
Bayangkan, kasus yang ditangani 4 tahun ini tra jelas kapan selesainya. Heran skali, kasus yang dinilai mudah diselesaikan itu, skarang macam tenggelam ka.
Masih terkait kasus raskin, sebelumnya Bupati JWW membantah dirinya
bersalah. Ia menilai kasus yang didorong masyarakat Jayawijaya itu punya
motivasi lain. Semacam kepentingan terselubung.
Sa setuju tindakan KPK, 2 Februari 2017, dong datang
geledah kantor PU Papua. Selanjutnya MK selaku kepala dinas ditetapkan
sebagai tersangka atas dugaan pembangunan fiktif, pengadaan pembangunan
ruas jalan Kemiri-Depapre, Jayapura.
Kasus ini di luar dugaan, bahkan sempat menjadi bahan perdebatan
hangat di media sosial. Bahkan gubernur Papua berani mengeluarkan
pernyataan di media, kasus proyek tersebut kalo ada unsur politik dirinya siap nyatakan perang.
Tong lihat saja, kasus raskin ini akan ditangani oleh KPK ka, ato sebatas Polda dan kejaksaan saja.
Heran juga kenapa Polda dan kejaksaan tra mo tuntaskan kasus
tersebut. Lalu pertanyaan juga buat KPK, kenapa tidak menyelidiki kasus
raskin di Jayawijaya? Kasus ini tidak main-main. Karena yang tong tahu kasusnya pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung dan KPK di Jakarta.
Waktu itu, tahun 2011, forum SPPMKJ melapor ke KPK dengan tembusan
Jaksa Agung, Kapolri, UP4B, Kaukus Papua di DPR RI di Jakarta, Kejati
Papua, Kapolda Papua di Jayapura, Kejaksaan Negeri Wamena, dan
Kepolisian Resort Jayawijaya (Kompas, 18/4/11).  
Pertanyaannya, berdasarkan apa kasus-kasus tertentu dipilih KPK sementara kasus yang didorong bertahun-tahun tidak tangani? Tra masuk akal memang.
Coba kalo trada bukti yang kuat kastau to? Biar masyarakat di sini mengerti dan puas dengan kebijakan lembaga setinggi KPK. Kalau hanya terima laporan dan diam berarti tong juga curiga.
Sudah tujuh tahun, sejak 2011, kasus ini didiamkan lembaga tinggi negara dari kabupaten sampe Jakarta. Kenapa ka? Mari kita heran.
Publik, terutama masyarakat Jayawijaya sedang menunggu tindakan tegas
KPK dan jajarannya. Karena masyarakat Jayawijaya mendesak kasus ini
harus dituntaskan.
Harapannya proses hukum kasus raskin ini berjalan lancar. Sehingga
mampu memberikan warna penegakan hukum di Jayawijaya khususnya, dan
Papua pada umumnya.
Keseriusan KPK terhadap kasus ini sangat diharapkan, sebab
kepercayaan masyarakat terhadap KPK semakin baik dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia, termasuk Papua. KPK tunggu apa ka? (*)

—————————–

Penulis adalah anggota aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Efrem Jayapura

Copyright ©Tabloid JUBIHubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tags

Share Article

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Related Posts

This is articles having same tags as the current post.